Senin, 28 Februari 2011

Polisi Temukan Dokumen Aceh di Rumah Bang Toyib

Ilustrasi (Foto: Reuters)
Ilustrasi (Foto: Reuters)
SOLO - Sebelum ditangkap oleh Densus 88, tak ada warga yang mencurigai Joko Suyono. Pria yang biasa disapa Bang Toyib itu hanya dikenal sebagai pembuat timbangan beras.

Joko dan istrinya menetap di sebuah rumah di Ngemplak Dagir Gentan, RT 03 RW 01, Jalan Logososro Nomor 13, Sukoharjo, Jawa Tengah, sejak tiga tahun silam. Dia dikenal cukup akrab dengan tetangga.

"Tapi memang rumahnya tertutup. Selama tiga tahun tidak ada yang pernah masuk," kata Budi Apriyanto, seorang warga, Kamis (18/11/2010).

Dari desas-desus di antara warga, Joko ditangkap karena diduga terkait jaringan teroris Aceh. Dari rumah Joko, polisi mengamankan satu unit laptop, serta buku dan dokumen-dokumen jihad dan Aceh.

Tersangka Teroris Medan Eks Napi Kasus Terorisme

Ilustrasi (Dok. Okezone)pemeriksaan malam ini, layak dijadikan bahan evaluasi dalam penanganan kasus-kasus terorisme. Mereka mengaku sudah pernah dihukum karena terlibat dalam kasus terorisme.

Dalam kaitan ini, proses deradikalisasi harus senantiasa dikedepankan dalam menangani para nara pidana kasus terorisme, sehingga setelah bebas mereka tidak kembali ke habitatnya, seperti kasus enam teroris Medan ini.

Kepala Bidang Humas Polda Sumut Kombes Pol Baharudin Djafar kepada wartawan di Medan menyatakan bahwa para tersangka teroris sudah mengakui keterlibatannya dalam jaringan Aceh. “Mereka juga mengaku sudah pernah dihukum. Saat ini, para tersangka itu sudah teridentifikasi," ungkapnya di Medan, Minggu (10/4/2010) malam.

Pengakuan ini menguatkan dugaan sementara pihak kepolisian bahwa mereka terlibat dalam jaringan terorisme yang masuk ke wilayah Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Selain itu, mereka juga termasuk dalam DPO (daftar pencarian orang) kasus terorisme.
Bekas luka tembak pada lengan kiri salah seorang tersangka, yakni Komarudin alias Abu Musa (35) juga menjadi bukti keterlibatan mereka dalam jaringan teroris. Luka tembak pada lengan warga Bandar Lampung tersebut diduga didapatkannya saat berusaha melarikan diri dari kejaran pihak kepolisian di NAD.

Saat ini, lima tersangka telah dipindahkan ke Mapolda Sumut, setelah sebelumnya ditahan di markas Poltabes Medan. Sementara satu orang lagi terpaksa dirawat di RS Bhayangkara. “Saat ini, mereka ditangani oleh tim Densus," tambah Baharuddin.

Sementara itu, polisi juga masih mengejar dua tersangka lainnya. Mereka sempat kabur saat petugas hendak menangkap mereka di kawasan Taman Makam Pahlawan Medan, Jalan Sisingamangaraja, Medan, sekira pukul 00.30 WIB dinihari tadi. Polda Sumut sudah mengintruksikan kepada jajarannya untuk mengintensifkan razia di wilayah hukum Sumut.

Abu Bakar Ba'asyir Ditangkap Terkait Kasus Teroris di Aceh


Mantan Amir Majelis Mujahidin Indonesia dan Pimpinan Pondok Pesantren Al Mukmin, Ustad Abu Bakar Ba'asyir ditangkap oleh Detasemen Khusus Antiteror 88 di Ciamis, Jawa Barat, dini hari atas kasus teroris di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).
Menurut Kepala Bidang Penerangan Umum Markas Besar Polri Komisaris Besar Polisi Marwoto Soeto mengatakan, pengkapan Ustad Bakar Ba'asyir karena dalam kasus Aceh terdapat orang dari Jakarta dan Jawa Barat ke Aceh, dimana penangkapan tujuh terduga teroris di markas Jama'ah Anshorut Tauhid (JAT) pada 6 Mei lalu menyebutkan nama Ba'asyir.
Dan salah satu dari mereka mengenakan kalung yang bertuliskan Abu Bakar Ba'asyir, tetapi Ba'asyir membantah jika dirinya terkait kasus teroris di Pasar Minggu.
Ali Fauzi, adik dari mendiang Amrozi dan Ali Ghufron menjelaskan bahwa penangkapan terhadap Ustad Ba'asyir terkait dengan pendanaan latihan teroris di Aceh hanyalah dugaan. Ali yang pernah berlatih di Akademi Militer Mujahidin menduga keterangan polisi mengarah ke Amir Jama'ah Anshorut Tauhid (JAT) yang didirikan setelah Majelis Mujahidin Indonesia dibubarkan.
Ustad Ba'asyir yang dikenal sebagai sosok yang ikhlas dan tegas, baik ditangkap, ditahan, ataupun tidak, dia akan tetap berjuang. Posisi Ustad Ba'asyir memang sudah lama menjadi incaran polisi.

Abu Bakar Ba'asyir Ditangkap Terkait Kasus Teroris di Aceh


Mantan Amir Majelis Mujahidin Indonesia dan Pimpinan Pondok Pesantren Al Mukmin, Ustad Abu Bakar Ba'asyir ditangkap oleh Detasemen Khusus Antiteror 88 di Ciamis, Jawa Barat, dini hari atas kasus teroris di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).
Menurut Kepala Bidang Penerangan Umum Markas Besar Polri Komisaris Besar Polisi Marwoto Soeto mengatakan, pengkapan Ustad Bakar Ba'asyir karena dalam kasus Aceh terdapat orang dari Jakarta dan Jawa Barat ke Aceh, dimana penangkapan tujuh terduga teroris di markas Jama'ah Anshorut Tauhid (JAT) pada 6 Mei lalu menyebutkan nama Ba'asyir.
Dan salah satu dari mereka mengenakan kalung yang bertuliskan Abu Bakar Ba'asyir, tetapi Ba'asyir membantah jika dirinya terkait kasus teroris di Pasar Minggu.
Ali Fauzi, adik dari mendiang Amrozi dan Ali Ghufron menjelaskan bahwa penangkapan terhadap Ustad Ba'asyir terkait dengan pendanaan latihan teroris di Aceh hanyalah dugaan. Ali yang pernah berlatih di Akademi Militer Mujahidin menduga keterangan polisi mengarah ke Amir Jama'ah Anshorut Tauhid (JAT) yang didirikan setelah Majelis Mujahidin Indonesia dibubarkan.
Ustad Ba'asyir yang dikenal sebagai sosok yang ikhlas dan tegas, baik ditangkap, ditahan, ataupun tidak, dia akan tetap berjuang. Posisi Ustad Ba'asyir memang sudah lama menjadi incaran polisi.

Abu Bakar Ba'asyir Ditangkap Terkait Kasus Teroris di Aceh


Mantan Amir Majelis Mujahidin Indonesia dan Pimpinan Pondok Pesantren Al Mukmin, Ustad Abu Bakar Ba'asyir ditangkap oleh Detasemen Khusus Antiteror 88 di Ciamis, Jawa Barat, dini hari atas kasus teroris di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).
Menurut Kepala Bidang Penerangan Umum Markas Besar Polri Komisaris Besar Polisi Marwoto Soeto mengatakan, pengkapan Ustad Bakar Ba'asyir karena dalam kasus Aceh terdapat orang dari Jakarta dan Jawa Barat ke Aceh, dimana penangkapan tujuh terduga teroris di markas Jama'ah Anshorut Tauhid (JAT) pada 6 Mei lalu menyebutkan nama Ba'asyir.
Dan salah satu dari mereka mengenakan kalung yang bertuliskan Abu Bakar Ba'asyir, tetapi Ba'asyir membantah jika dirinya terkait kasus teroris di Pasar Minggu.
Ali Fauzi, adik dari mendiang Amrozi dan Ali Ghufron menjelaskan bahwa penangkapan terhadap Ustad Ba'asyir terkait dengan pendanaan latihan teroris di Aceh hanyalah dugaan. Ali yang pernah berlatih di Akademi Militer Mujahidin menduga keterangan polisi mengarah ke Amir Jama'ah Anshorut Tauhid (JAT) yang didirikan setelah Majelis Mujahidin Indonesia dibubarkan.
Ustad Ba'asyir yang dikenal sebagai sosok yang ikhlas dan tegas, baik ditangkap, ditahan, ataupun tidak, dia akan tetap berjuang. Posisi Ustad Ba'asyir memang sudah lama menjadi incaran polisi.

Minggu, 27 Februari 2011

Pembentukan Alat Kemerdekaan NKRI


Pada tanggal 18 Agustus 1945 diselenggarakan sidang PPKI yang pertama, yang menghasilkan keputusan sebagai berikut.
1. Mengesahkan dan menetapkan RUUD (yang dibuat dalam sidang II BPUPKI) menjadi UUD negara RI (dikenal dengan UUD 1945).
2. Memilih Ir. Soekarno dan Moh. Hatta menjadi presiden dan wakil presiden.
3. Dalam masa peralihan, tugas presiden dibantu oleh KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat).
Tanggal 19 Agustus 1945 sidang kedua PPKI menghasilkan keputusan sebagai berikut.
1. Menetapkan 12 kementerian atau departemen, yang terdiri dari Menteri Dalam Negeri, Menteri Luar Negeri, Menteri Kehakiman, Menteri Keuangan, Menteri Kemakmuran, Menteri Kesehatan, Menteri Sosial, Menteri Pertahanan, Menteri Penerangan, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Perhubungan, dan Menteri Pengajaran.
2. Membagi wilayah Indonesia menjadi delapan provinsi, yaitu Provinsi Sumatra, Provinsi Jawa Barat, Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Sunda Kecil, Provinsi Maluku, Provinsi Sulawesi, dan Provinsi Kalimantan.
Dan pada sidang ketiga PPKI tanggal 22 Agustus 1945 dihasilkan keputusan sebagai berikut.
1. Pembentukan Komite Nasional Indonesia di seluruh daerah Indonesia. Fungsi KNI adalah sebagai Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang berpusat di Jakarta. KNI dilantik tanggal 29 Agustus 1945 dengan ketua KNIP ialah Mr. Kasman Singodimejo.
2. Pembentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang bertugas menjaga keamanan dan Seinendan, Keibodan dan PETA. Tanggal 5 Oktober 1945 BKR diubah menjadi TKR. Dan TKR menjadi TRI dan sekarang menjadi TNI. Maka pada setiap tanggal 5 Oktober diperingati sebagai hari ABRI.
3. Pembentukan Partai Nasional Indonesia sebagai partai pemersatu bangsa. Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya. Seperti pidato Bung Karno yang dikenal dengan Jas Merah (jangan sekali-kali melupakan sejarah).
Untuk menghargai jasa para pahlawan kemerdekaan Indonesia, maka pada setiap malam tanggal 16 Agustus diadakan renungan suci di Taman Makam Pahlawan Kalibata dipimpin oleh presiden RI.
Ada tiga hal warisan dari peristiwa proklamasi, di antaranya sebagai berikut.
1. Rumah Bung Karno di Pegangsaan Timur 56 Jakarta dijadikan Gedung Proklamasi dan Jalan Proklamasi.
2. Bendera pusaka yang dijahit oleh Ibu Fatmawati.
3. Naskah Teks Proklamasi.

Menghargai Jasa Para Tokoh dalam Mempertahankan Kemerdekaan


1. Pengakuan Kedaulatan Republik Indonesia oleh Belanda
Untuk menengahi pertikaian antara Indonesia dan Belanda, PBB membentuk komisi baru yang diberi nama UNCI (United Nation Commision for Indonesia). Berkat peranan UNCI Indonesia dan Belanda mengadakan perundingan. Delegasi Indonesia diketuai Mr. Moh Roem. Delegasi Belanda diketuai Dr. Van Royen. Perundingan tersebut dinamakan Perundingan Roem-Royen. Salah satu keputusan perundingan Roem-Royen adalah akan diselenggarakannya Koferensi Meja Bundar (KMB).
Untuk menghadapi KMB diadakan Konferensi Inter Indonesia. Konferensi tersebut dimaksudkan untuk mempertemukan pandangan wakil Republik Indonesia dengan wakil BFO. BFO merupakan organisasi yang terdiri atas pemimpin negara-negara bagian atau negara-negara kecil yang ada di Indonesia. Negara-negara bagian tersebut timbul karena adanya politik devide et impera. Politik devide et impera adalah politik memecah belah. Bagian-bagian wilayah Indonesia yang diduduki  Belanda dipecah-pecah sehingga timbul negara-negara kecil (negara boneka).
Sesudah berhasil menyelesaikan masalah dalam negeri melalui Konferensi Inter Indonesia, bangsa Indonesia siap menghadapi KMB. Pada tanggal 23 Agustus 1949 dibuka di Den Haag, Belanda. Delegasi RI dipimpin Drs. Moh. Hatta. Delegasi BFO dipimpin Sultan Hamid II dari Pontianak. Delegasi Belanda dipimpin Mr. J.H. Van Marseveen. Sedangkan PBB diwakili Chritclev.
Pada tanggal 2 November 1949 dilakukan upacara penandatanganan naskah penyerahan kedaulatan. Upacara tersebut dilakukan pada waktu yang bersamaan di Indonesia dan di Belanda. Dengan peristiwa tersebut secara resmi Belanda mengakui kedaulatan bangsa Indonesia di seluruh wilayah bekas jajahannya. Di Den Haag naskah penyerahan ditandatangani Drs. Moh. Hatta mewakili Indonesia dan Ratu Juliana mewakili Belanda.
2. Peranan Beberapa Tokoh dalam Mempertahankan Kemerdekaan
Mempertahankan kemerdekaan Indonesia dilakukan dengan dua cara. Cara tersebut meliputi perang dan diplomasi. Ada beberapa tokoh yang berperan dalam kedua cara tersebut, antara lain sebagai berikut.
a. Ir. Soekarno
Tanggal 17 Agustus 1945, Ir. Soekarno atas nama bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Tanggal 18 Agustus 1945 Ir. Soekarno diangkat menjadi Presiden Republik Indonesia. Sebagai pemimpin tertinggi, Presiden Soekarno banyak melakukan diplomasi dengan pemimpin-pemimpin tentara Sekutu di Indonesia. Kedatangan tentara Sekutu di Indonesia yang diboncengi NICA membuat Presiden Soekarno berada pada posisi yang sulit. Sekutu yang hanya memperoleh informasi sepihak dari Belanda, mendukung pengembalian Indonesia sebagai jajahan Belanda. Berkat diplomasi Presiden Soekarno dan Bung Hatta, Sekutu yang dipimpin Letjen Christison mau mengakui keberadaan RI. Tanggal 1 Oktober 1945, Letjen Christison menyatakan bahwa kedatangannya tidak akan merebut pemerintahan Republik Indonesia.
Kemampuan diplomasi Presiden Soekarno diuji kembali ketika pecah pertempuran di Surabaya tanggal 28 Oktober 1945. Tentara Sekutu di bawah pimpinan Brigjen Mallaby mengakibatkan jatuhnya korban di kedua belah pihak. Untuk menghindari terjadinya korban di kedua belah pihak, Bung Karno mengadakan diplomasi. Berkat diplomasi Bung Karno jatuhnya korban di kedua belah pihak dapat dihindari. Selama Perang Kemerdekaan sampai pengakuan kedaulatan, perjuangan Bung Karno terus berlanjut. Bung Karno tetap memakai cara diplomasi dalam perjuangannya. Hal ini tercermin dari pidato Bung Karno pada suatu rapat umum di Magelang pada tanggal 16 Maret 1946. Beliau menyatakan bahwa ada jalan perjuangan bagi bangsa Indonesia, satu di antaranya jalan diplomasi.
b. Drs. Mohammad Hatta
Drs. Mohammad Hatta (Bung Hatta) sejak muda telah menjadi tokoh penggerak mahasiswa Indonesia. Bung Hatta adalah seorang tokoh organisasi Pemuda Indonesia (PI). Pemuda Indonesia merupakan organisasi mahasiswa dan pelajar Indonesia di luar negeri (Belanda). Pemuda Indonesia mempunyai pengaruh yang besar bagi pergerakan kemerdekaan Indonesia.
Tanggal 17 Agustus 1945 Drs. Mohammad Hatta bersama Ir. Soekarno memproklamasikan kemerdekaan Indonesia atas nama bangsa Indonesia. Tanggal 18 Agustus 1945 Drs. Mohammad Hatta dipilih menjadi wakil Presiden Indonesia yang pertama.
Dalam usaha mempertahankan kemerdekaan Indonesia perjuangan Bung Hatta dilakukan melalui cara diplomasi. Beliau mengadakan diplomasi dengan pihak penjajah maupun negara-negara lain di dunia. Beliau berusaha agar kedaulatan Indonesia diakui dunia.
Tanggal 13 Januari 1948 diadakan perundingan di Kaliurang. Perundingan tersebut membicarakan daerah kekuasaan Republik Indonesia. Perundingan tersebut dilakukan oleh Komisi Tiga Negara (Amerika, Australia, dan Belgia) dengan Indonesia. Mohammad Hatta, Ir. Soekarno, Sultan Syahrir, dan Jendral sudirman merupakan wakil dari Indonesia.
Tanggal 23 Agustus Drs. Mohammad Hatta memimpin delegasi Indonesia dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag. Konferensi Meja Bundar merupakan perundingan antara Indonesia, delegasi BFO, UNCI (dari PBB) dan Belanda.
Tujuan utama Konferensi Meja Bundar adalah untuk menyelesaikan pertikaian Indonesia-Belanda yang mengarah pada pengakuan kedaulatan Indonesia. Tanggal 2 November 1949 tercapai persetujuan KMB. Hasil KMB adalah Belanda akan menyerahkan kedaulatan Republik Indonesia Serikat pada akhir bulan Desember 1949. Tanggal 27 Desember 1949 di Den Haag dilakukan upacara penandatanganan naskah pengakuan kedaulatan Republik Indonesia Serikat diwakili Drs. Mohammad Hatta, sedangkan Belanda diwakili Ratu Yuliana.
c. Sri Sultan Hamengkubuwono IX
Sri Sultan Hamengkubuwono IX adalah seorang raja di Yogyakarta. Beliau seorang demokrat sejati. Dengan sukarela beliau memasukkan daerah kerajaannya ke dalam wilayah Republik Indonesia. Dengan gigih beliau ikut berperang melawan Belanda. Pada awal Januari 1946 pemerintah mengambil keputusa untuk memindahkan kedudukan pemerintahan pusat RI ke Yogyakarta. Sultan Hamengkubuwono IX menyambut hangat kepindahan tersebut. Beliau melindungi pejabat-pejabat negara dan keluarganya dari ancaman tentara Belanda. Beliau rela berkorban demi perjuangan. Belanda ingin beliau mengubah sikapnya terhadap Republik Indonesia. Belanda mengirim utusan untuk membujuk beliau agar mau bekerja sama dan memihaknya. Belanda menjanjikan hadiah wilayah Jawa dan Madura. Beliau tetap tegar pada pendiriannya. Beliau setia kepada Republik Indonesia. Keinginan Beliau hanya satu yaitu Belanda segera pergi dari Republik Indonesia.
Pada awal kehidupan Republik Indonesia, Sultan Hamengkubuwono IX berhasil meminta kesanggupan Letkol Soeharto untuk mempersiapkan serangan umum. Tanggal 1 Maret 1949 serangan umum dilaksanakan dan TNI berhasil menduduki kota Yogyakarta dalam waktu enam jam. Keberhasilan serangan tersebut menunjukkan bahwa Republik Indonesia belum habis riwayatnya. Sri Sultan Hamengkubuwono IX berperan dalam usaha pengakuan kedaulatan RI. Pada tanggal 27 Desember 1949 Sri Sultan Hamengkubuwono IX menandatangani naskah pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda di Jakarta. Di Jakarta naskah penyerahan kedaulatan ditandatangani oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX mewakili Indonesia dan Wakil Tinggi Mahkota A.H.J. Lovink mewakili Belanda. Penandatanganan naskah penyerahan kedaulatan mengakhiri periode perjuangan bersenjata rakyat Indonesia.
d. Jendral Soedirman
Jendral Soedirman adalah pejuang yang gigih. Dalam keadaan sakit beliau tetap memimpin perlawanan terhadap Belanda. Pada tanggal 12 Desember 1945 Kolonel Soedirman memimpin pertempuran melawan Sekutu di Ambarawa. TKR berhasil memukul mundur tentara Sekutu. Dalam menghadapi Sekutu, Kolonel Soedirman menggunakan taktik Perang Gerilya. Kolonel Soedirman merupakan tokoh yang mempelopori Perang Gerilya di Indonesia. Keberhasilan Kolonel Soedirman memimpin pertempuran di Ambarawa, membuat beliau dipilih menjadi Panglima Besar TKR dengan pangkat Jendral. Pada masa itu di Indonesia timbul bermacam-macam badan kelaskaran. Badan-badan kelaskaran itu mempunyai tujuan yang sama yaitu melawan dan mengusir penjajah. Oleh karena itu, pada tanggal 3 Juni 1947 semua badan kelaskaran dimasukkan dalam satu wadah yaitu Tentara Nasional Indonesia (TNI). Tentara Nasional Indonesia dipimpin oleh Panglima Besar Jendral Soedirman.
Pada saat tentara Belanda menduduki Yogyakarta beliau mengambil keputusan melanjutkan perang gerilya. Keputusan tersebut disambut baik oleh segenap anggota TNI. Tindakan Panglima Besar Jendral Soedirman berhasil meningkatkan semangat perjuangan Republik Indonesia.
Dalam keadaan fisik yang lemah beliau memilih bergerilya daripada ditawan Belanda. Selama bergerilya beliau ditandu. Beliau menempuh jalan beratus-ratus kilometer keluar masuk hutan di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Perjuangan Bangsa Indonesia Mempertahankan Kemerdekaan


Pada tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya. Akan tetapi, ada pihak-pihak yang tidak mengakui kedaulatan pemerintahan Republik Indonesia. Ketika negara kita memproklamasikan kemerdekaan, tentara Jepang masih ada di Indonesia. Sekutu menugaskan Jepang untuk menjaga keadaan dan keamanan di Indonesia seperti sebelum Jepang menyerah kepada Sekutu. Tugas tersebut berlaku saat Sekutu datang ke Indonesia.
Rakyat Indonesia yang menginginkan hak-haknya dipulihkan, berusaha mengambil alih kekuasaan dari tangan Jepang. Usaha tersebut mendapat rintangan dari pihak Jepang sehingga di beberapa tempat terjadi pertempuran antara tentara Jepang dengan rakyat Indonesia. Pertempuran-pertempuran tersebut menimbulkan korban di kedua belah pihak. Ketika rakyat Indonesia sedang menghadapi Jepang, Belanda (NICA) datang membonceng tentara Sekutu. Tujuan Belanda ingin menjajah kembali Indonesia. Pada tanggal 29 September 1945 tentara Sekutu dan pasukan NICA tiba di Indonesia dan mendarat di Pelabuhan Tanjung Priok. Tentara Sekutu membantu NICA yang ingin membatalkan kemerdekaan Indonesia. Rakyat Indonesia tidak ingin lagi menjadi bangsa yang terjajah. Rakyat Indonesia bangkit melawan tentara Sekutu dan NICA. Rakyat Indonesia menggunakan senjata rampasan dari Jepang dan senjata tradisional yang ada. Berkobarlah pertempuran di mana-mana.
1. Pertempuran Surabaya
Tanggal 25 Oktober 1945, tentara Sekutu mendarat di Tanjung Perak, Surabaya. Tentara Sekutu di bawah pimpinan Brigadir Jendral Mallaby. Kedatangan tentara tersebut diikuti oleh NICA. Mula-mula tentara NICA melancarkan hasutan sehingga menimbulkan kekacauan di Surabaya. Hal tersebut menimbulkan bentrokan antara rakyat Surabaya dengan tentara Sekutu. Tanggal 28 Oktober hingga 31 Oktober 1945 terjadi pertempuran yang hebat. Ketika terdesak, tentara Sekutu mengusulkan perdamaian. Tentara Sekutu mendatangkan pemimpin-pemimpin Indonesia untuk mengadakan gencatan senjata di Surabaya. Tentara Sekutu tidak menghormati gencatan senjata. Dalam insiden antara rakyat Surabaya dan tentara Sekutu, Brigjen Mallaby terbunuh. Letnan Jendral Christison Panglima Sekutu di Indonesia, meminta kepada pemerintah Indonesia menyerahkan orang-orang yang dicurigai membunuh Jendral Mallaby. Permintaan tersebut diikuti ultimatum dari Mayor Jendral Mansergh. Isi ultimatum tersebut, Sekutu memerintahkan rakyat Surabaya menyerahkan senjatanya. Penyerahan paling lambat tanggal 9 November 1945 pukul 18.00 WIB. Apabila ultimatum tersebut tidak dilaksanakan, Kota
Surabaya akan diserang dari darat, laut, dan udara. Gubernur Suryo, diberi wewenang oleh pemerintah pusat untuk menentukan kebijaksanaannya. Beliau bermusyawarah dengan pimpinan TKR (Tentara Keamanan Rakyat) dan para pemimpin perjuangan rakyat di Surabaya. Hasil musyawarah tersebut adalah rakyat Surabaya menolak ultimatum dan siap melawan ancaman Sekutu.
Tanggal 10 November 1945 pukul 06.00, tentara Sekutu menggempur Surabaya dari darat, laut maupun udara. Di bawah pimpinan Gubernur Suryo dan Sutomo (Bung Tomo) rakyat Surabaya tidak mau menyerahkan sejengkal tanah pun kepada tentara Sekutu. Dengan pekik Allahu Akbar, Bung Tomo membakar semangat rakyat. Dalam pertempuran yang berlangsung sampai awal Desember itu gugur beribu-ribu pejuang Indonesia. Pemerintah menetapkan tanggal 10 November sebagai Hari Pahlawan. Hari Pahlawan untuk memperingati jasa para pahlawan. Perlawanan rakyat Surabaya mencerminkan tekad perjuangan seluruh rakyat Indonesia.
2. Pertempuran Lima Hari di Semarang
Pertempuran ini terjadi pada tanggal 15 Oktober 1945. Kurang lebih 2000 pasukan Jepang berhadapan dengan TKR dan para pemuda. Peristiwa ini memakan banyak korban dari kedua belah pihak. Dr. Karyadi menjadi salah satu korban sehingga namanya diabadikan menjadi nama salah satu Rumah sakit di kota Semarang sampai sekarang. Untuk memperingati peristiwa tersebut maka pemerintah membangun sebuah tugu yang diberi nama Tugu Muda.
3. Pertempuran Ambarawa
Pertempuran ini diawali dengan kedatangan tentara Inggris di bawah pimpinan Brigjen Bethel di Semarang pada tanggal 20 Oktober 1945 untuk membebaskan tentara Sekutu. Setelah itu menuju Magelang, karena Sekutu diboncengi oleh NICA dan membebaskan para tawanan Belanda secara sepihak maka terjadilah perlawanan dari TKR dan para pemuda. Pasukan Inggris akhirnya terdesak mundur ke Ambarawa. Dalam peristiwa tersebut Letkol Isdiman gugur sebagai kusuma bangsa. Kemudian Kolonel Sudirman terjun langsung dalam pertempuran tersebut dan pada tanggal 15 Desember 1945 tentara Indonesia berhasil memukul mundur Sekutu sampai Semarang. Karena jasanya maka pada tanggal 18 Desember 1945 Kolonel Sudirman diangkat menjadi Panglima Besar TKR dan berpangkat Jendral. Sampai sekarang setiap tanggal 15 Desember diperingati sebagai hariInfantri.
4. Pertempuran Medan Area
Pada tanggal 9 Oktober 1945 pasukan Sekutu yang diboncengi Belanda dan NICA di bawah pimpinan Brigjen T.E.D. Kelly mendarat di Medan. Pada tanggal 13 Oktober 1945 para pemuda yang tergabung dalam TKR terlibat bentrok dengan pasukan Belanda, sehingga hal ini menjalar ke seluruh kota Medan. Hal ini menjadi awal perjuangan bersenjata yang dikenal dengan Pertempuran Medan Area.
5. Bandung Lautan Api
Kota Bandung dimasuki pasukan Inggris pada bulan Oktober 1945. Sekutu meminta hasil lucutan tentara Jepang oleh TKR diserahkan kepada Sekutu. Pada tanggal 21 November 1945 Sekutu mengultimatum agar kota Bandung dikosongkan. Hal ini tidak diindahkan oleh TRI dan rakyat. Perintah ultimatum tersebut diulang tanggal 23 Maret 1946.
Pemerintah RI di Jakarta memerintahkan supaya TRI mengosongkan Bandung, tetapi pimpinan TRI di Yogyakarta mengintruksikan supaya Bandung tidak dikosongkan. Akhirnya dengan berat hati TRI mengosongkan kota Bandung. Sebelum keluar Bandung pada tanggal 23 Maret 1946 para pejuang RI menyerang markas Sekutu dan membumihanguskan Bandung bagian selatan. Untuk mengenang peristiwa tersebut Ismail Marzuki mengabadikannya dalam sebuah lagu yaitu Hallo-Hallo Bandung.
6. Agresi Militer Belanda
Agresi militer Belanda yaitu serangan yang dilakukan oleh Belanda kepada Negara Republik Indonesia. Kurang lebih satu bulan setelah kemerdekaan Indonesia, tentara sekutu datang ke Indonesia. Dalam pendaratannya di Indonesia, tentara sekutu diboncengi NICA. Selain bermaksud melucuti tentara Jepang, tentara sekutu membantu NICA mengembalikan Indonesia sebagai jajahannya. Dengan bantuan sekutu, NICA ingin membatalkan kemerdekaan rakyat Indonesia.
Rakyat Indonesia tidak mau dijajah lagi. Rakyat Indonesia tidak mempunyai pilihan lain untuk mempertahankan kemerdekaannya, kecuali dengan bertempur sampai titik darah penghabisan. Di sebagian besar wilayah Indonesia, tentara Sekutu dan NICA harus menghadapi perlawanan pejuang-pejuang Indonesia. Perjuangan rakyat Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaannya, menyadarkan tentara Sekutu bahwa  bangsa Indonesia tidak dapat dikalahkan hanya dengan kekuatan senjata. Sekutu menempuh cara lain, yaitu mempertemukan Indonesia dan Belanda di meja perundingan. Perundingan dilaksanakan taggal 10 November 1946 di Desa Linggarjati sebelah selatan Cirebon, Jawa Barat. Perundingan tersebut dinamakan Perundingan Linggarjati. Hasil perundingan dinamakan Persetujuan Linggarjati.
Perundingan ini menghasilkan pengakuan Belanda atas kedaulatan Republik Indonesia. Kedaulatan tersebut meliputi wilayah Jawa, Madura, dan Sumatra. Belanda ternyata melanggar isi Persetujuan Linggarjati. Tanggal 21 Juli 1947 Belanda melancarkan serangan militer ke daerah-daerah yang termasuk wilayah RI. Serangan tersebut terkenal dengan nama Agresi Militer Belanda I. Agresi Militer Belanda I bertujuan menguasai daerah-daerah perkebunan dan pertambangan. Daerah-daerah tersebut antara lain Sumatra Timur, Sumatra selatan, Priangan, Malang dan Besuki.
Menghadapi serangan Belanda itu, rakyat berjuang mempertahankan tanah airnya. Rakyat melakukan taktik perang gerilya. Perang gerilya yaitu taktik perang menyerang musuh yang dilakukan dengan cara sembunyi-sembunyi. PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) berusaha menengahi pertikaian Indonesia dengan Belanda. PBB membentuk komisi perdamaian. Komisi itu beranggotakan tiga negara, yaitu Australia, Belgia, dan Amerika serikat. Komisi itu disebut Komisi Tiga Negara (KTN).
Berkat usaha Komisi Tiga Negara, Indonesia dan Belanda kembali ke meja perundingan. Perundingan dilaksanakan mulai tanggal 8 Desember 1947 di atas kapal perang Amerika Serikat. Kapal tersebut bernama USS Renville. Hasil perundingan tersebut dinamakan Perjanjian Renville. Dalam perundingan ini, delegasi Indonesia dipimpin oleh Perdana Menteri Amir Syarifudin dan delegasi belanda dipimpin oleh Raden Abdul Kadir Widjojoatmodjo. Perjanjian Renville sangat merugikan pihak Indonesia. Salah satu isi Perjanjian Renville adalah Republik Indonesia harus mengakui wilayah yang telah direbut Belanda dalam Agresi Militer Belanda I. Agresi Militer Belanda adalah serangan yang dilancarkan oleh pasukan Belanda kepada Indonesia untuk menghancurkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada tanggal 21 Juli 1947 dan 19 Desember 1948.
Tanggal 19 Desember 1948 Belanda melancarkan Agresi Militer II. Agresi Militer Belanda II bertujuan menghapuskan pemerintahan RI dengan menduduki kota-kota penting di Pulau Jawa. Dalam Agresi Militer II, pasukan Belanda menyerang Ibu Kota Republik Indonesia, Yogyakarta dan menahan Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta dan beberapa pejabat tinggi negara. Rakyat Indonesia pantang menyerah. Dengan semboyan sekali merdeka tetap merdeka, rakyat berjuang sampai titik darah penghabisan. Rakyat tetap melakukan perang gerilya. Aksi militer Belanda tersebut menimbulkan protes keras dari kalangan anggota PBB. Oleh karena itu, Dewan keamanan PBB mengadakan sidang pada tanggal 24 Januari 1949, dan memerintahkan Belanda agar menghentikan agresinya. Belanda di bawah Dewan Keamanan PBB meninggalkan Yogyakarta serta membebaskan presiden, wakil presiden dan pejabat tinggi negara yang ditawan.

Perkembangan Kebudayaan Masa Penjajahan Jepang


1. Perkembangan Bahasa
Pada masa pendudukan Jepang Indonesia tertutup ke dunia luar maupun ke dalam wilayah Indonesia, sehingga pada masa itu Indonesia sangat terisolasi dari hubungan dengan dunia luar dan dapat dikatakan, bahwa seluruh komunikasi dikendalikan oleh pemerintah. Demikian juga komunikasi di dalam Indonesia sendiri tertutup, misalnya antarpulau Sumatra, Jawa, Kalimantan dan lain-lain. Maka untuk menyebarluaskan pemakaian bahasa Indonesia dilakukan melalui surat kabar-surat kabar dan radio. Pada masa pendudukan Jepang bahasa Indonesia mengalami perkembangan yang cukup pesat akibat kebijakan Jepang pada masa itu, diantaranya adalah :
a. Pelarangan penggunaan bahasa Belanda dari dunia perguruan tinggi maupun sekolah- sekolah, maupun perkantoran dan dari pergaulan seharihari memberikan kesempatan yang baik bagi pemakaian dan pengembangan bahasa Indonesia.
b. Pelarangan bagi orang Belanda memakai bahasanya sendiri. Yang melanggar dapat dituduh membantu musuh (Belanda, Amerika Serikat dan Inggris). Seperti diketahui, pada masa penjajahan Belanda, bahasa Belanda menjadi bahasa resmi di bidang pemerintahan. Larangan pemakaian bahasa Belanda yang dilakukan oleh pemerintah Jepang sangat keras, sehingga boleh dikatakan di semua toko, rumah makan, perusahaan, perkumpulan dan lain-lainnya papan nama atau papan iklan yang Berbahasa Belanda diganti dengan yang berbahasa Indonesia atau berbahasa Jepang.
c. Film atau gambar-gambar yang memakai bahasa Belanda dilarang beredar. Sedangkan mengenai penggunaan bahasa Jepang boleh digunakan dimana saja baik di sekolah-sekolah maupun dalam pergaulan sehari-hari, hal ini sangat berbeda dengan pemerintahan Hindia Belanda, dimana bahasa Belanda hanya diberikan pada sekolah-sekolah tertentu dan tidak semua orang Indonesia diizinkan memakai bahasa Belanda terhadap orang Belanda. Bahkan pemerintah pendudukan Jepang melakukan langkah-langkah untuk pemakaian bahasa Jepang untuk menggantikan bahasa Belanda diantaranya :
a. Semua sekolah yang dibuka kembali oleh Jepang, diberi mata pelajaran bahasa Jepang.
b. Terdapat sekolah-sekolah khusus untuk pengajaran bahasa Jepang.
c. Pelajaran bahasa Jepang juga disiarkan melalui radio-radio pemerintah pendudukan Jepang.
d. Jepang juga menerbitkan Kana Jawa Shinbun, yang memakai bahasa Jepang dengan mempergunakan huruf katakana. Disebutkan bahwa tujuan utama daripada surat kabar itu adalah untuk menyebarluaskan bahasa Jepang dan meningkatkan pengetahuan membaca dan menulis bagi rakyat Jawa.
e. Jepang mendatangkan beratus-ratus orang guru bahasa Jepang ke Asia Tenggara, termasuk ke Indonesia, untuk mengajar ke Jepang. Sebaliknya orang Jepang mempelajari bahasa Indonesia secukupnya untuk berkomunikasi langsung dengan orang Indonesia, dan dengan pengetahuan bahasa yang minim itu, mereka dapat menjelajah sampai ke pelosok-pelosok Indonesia.
Bahasa Indonesia maju dengan amat pesat karena diharuskan dipakai di sekolah-sekolah, perguruan tinggi dan dalam pergaulan sehari-hari. Perkembangan bahasa Indonesia ketika itu boleh dikatakan dipaksakan, agar dalam waktu secepat-cepatnya menjadi alat komunikasi yang dapat digunakan ke seluruh pelosok untuk semua bidang. Pemerintah pendudukan Jepang bermaksud untuk mengerahkan seluruh tenaga bangsa Indonesia guna Perang Asia Timur Raya sampai dari desa-desa yang jauh terpencil sekalipun, mereka merasa perlu menggunakan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia akhirnya meluas penggunaannya ke segala penjuru Nusantara, sedangkan semakin banyak orang Indonesia mengalami suatu perasaan yang selama ini belum dikenalnya dengan mendalam yaitu perasaan nasionalisme melalui penggunaan bahasa Indonesia. Bertambah lama jalannya perang, bertambah banyak orang Indonesia memakai bahasa Indonesia, maka bertambah kuat pulalah terasa hubungan antara sesamanya. Bahasa Indonesia menjadi sarana komunikasi serta wahana integrasi bangsa Indonesia.
Akhirnya penguasa Jepang tak dapat lagi menahan pertumbuhan bahasa Indonesia. Pemerintah pendudukan Jepang terpaksa mengabulkan keinginan bangsa Indonesia untuk menyempurnakan bahasa demi pelaksanaan Sumpah Pemuda 1928. Maka pada tanggal 20 Oktober 1943, Kantor Pengajaran Jepang di Jawa, atas desakan dari beberapa tokoh Indonesia mendirikan Komisi (Penyempurnaan) Bahasa Indonesia. Tugas dari komisi itu adalah menentukan terminologi, yaitu istilah-istilah modern, serta menyusun suatu tata bahas normatif
dan menentukan kata-kata yang umum bagi bangsa Indonesia. Adapun susunan anggota Komisi Bahasa Indonesia adalah sebagai berikut :
a. Ketua : Mori (Kepala Kantor Pengajaran)
b. Wakil Ketua : Iciki
c. Penulis : Mr. R. Suwandi
d. Penulis Ahli : Mr. S. Takdir. AliSjahbana
e. Anggota : Abas St, Pamuntjak, Mr. Amir Sjarifuddin, Armijn Pane, dr. Aulia, Prof. Dr. Hoesein Djajadiningrat, Drs. Moh. Hatta, S. Mangunsarkoro, Dr. R. Ng. Purbatjaraka R.P. Prawiradinata, Dr. Prijono, H. Agus Salim, Sanusi Pane, Ir. Sukarno, Mr. R.M. Sumanang dan lain-lain.
Pemerintah Pendudukan Jepang terpaksa memenuhi keinginan bangsa Indonesia untuk mengembangkan dan menyempurnakan bahasa Indonesia. Pemerintah Jepang sesungguhnya merasa enggan untuk melaksanakan keinginan bangsa Indonesia untuk menyempurnakan bahasa Indonesia tetapi karena desakan yang terus-menerus, maka Pemerintah Pendudukan Jepang tidak dapat menolak keinginan tersebut. Untuk mengabulkan keinginan bangsa Indonesia Pemerintah pendudukan Jepang dengan terpaksa melakukan tindakantindakan sebagai berikut :
a. Membuka Kantor Komisi Bahasa Indonesia dengan peralatan dan staf yang serba kurang.
b. Penundaan penetapan nama bahasa Indonesia, baru setelah Jepang mengalami kekalahan-kekalahan dalam perangnya dengan Sekutu bahkan sudah hampir menyerah barulah mereka mengizinkan pemakaian nama “Bahasa Indonesia”.
c. Kantor pengajaran Jepang itu tidak pernah menyampaikan kata-kata yang sudah diputuskan kepada sekolah-sekolah dan kantor-kantor, untuk dipergunakan sebagaimana mestinya. Keputusan-keputusan yang telah diambil oleh Komisi Bahasa Indonesia tidak pernah diumumkan. Akan tetapi berkat ketekunan dari para anggota komisi, maka pada akhir masa pendudukan Jepang di Indonesia telah dapat kira-kira 7.000 istilah. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 36, ditetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi negara. Hal itu sesungguhnya merupakan formalisasi daripada sesuau yang telah menjadi kenyataan, yakni penggunaan bahasa Indonesia dalam percaturan umum.
2. Perkembangan sastra
Pada masa pendudukan Jepang sifat sastra sangat berbeda dengan sifat sastra di masa damai. Sastra pada umumnya berisi:
a. Crita dan sajak-sajak di tengah-tengah suatu perang yang dahsyat,
b. Mengandung usaha menimbulkan semangat serta menyebarkan patriotisme atau menganjurkan semangat bekerja,
c. Para pujangga tua meminta pada pujangga muda supaya menginsafi arti karya mereka bagi masyarakat, sehingga dapat memberikan kepada masyarakat suatu pegangan hidup.
d. Menjauhkan hasil sastra yang menimbulkan keragu-raguan dan kebimbangan, sehingga tidak meracuni masyarakat.
e. Membangkitkan jiwa nasionalisme Indonesia dengan mengatakan bahwa nasionalisme Indonesia itu sejajar dengan nasionalisme Asia.
Jiwa muda yang tadinya sedia menerima pikiran-pikiran cita-cita yang kelihatannya bagus dan indah, untuk beberapa lama hanyut dalam kekaguman semboyan-semboyan “Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya” dan sebagainya, yang ternyata hanya merupakan balon-balon yang indah berisi angin. Pemerintah pendudukan Jepang menganjurkan karya sastra harus ditujukan ke arah usaha memenangkan “Perang Asia Tmur Raya”. Sehingga dalam publikasi pemerintah ditampilkan karya-karya sastra pengganti pengaruh Barat. Dalam situasi yang demikian itu lahir juga karya-karya sastra yang bersemangat sesuai dengan cita-cita perjuangan rakyat Indonesia. Langkah pemerintah pendudukan Jepang untuk mengarahkan agar supaya karya-karya seniman (seperti roman, sajak, lagu, lukisan, sandiwara dan film) itu jangan menyimpang dari tujuan Jepang adalah :
a. Didirikan sebuah Pusat Kebudayaan pada tanggal 1 April 2603 (1943) di Jakarta yang diberi nama bahasa Jepang, Keimin Bunka Shidosho.
b. Penyiaran hasil karya Pujangga Baru, begitu mereka tiba di Indonesia, segera dihentikan oleh pihak Jepang.
c. Di dalam Keimin Bunka Shidosho sastrawan dapat diawasi kegiatankegiatan mereka oleh Jepang, karena baik Keimin Bunda Shidosho maupun Jawa Shinbunkai tidak mengizinkan para pengarang atau sastrawan mengeluarkan isi hatinya dalam bentuk karangan atau cerita kecuali bila mendukung politik pemerintah pendudukan Jepang. Seorang sarjana Belanda mengatakan tentang berdirinya Keimin Bunka Shidosho itu demikian : “Badan Pusat Kebudayaan ini membuktikan betapa sempurnanya Jepang dalam usahanya untuk menghapuskan kemungkinan-kemungkinan bagi tiap pernyataan berterang-terang perihal kebudayaan”.
Dalam penjelasannya pada waktu peresmian berdirinya Keimin Bunka Shidosho disebutkan bahwa badan ini bertugas memimpin dan menilik budaya umum untuk meningkatkan derajat (mutu) budaya rakyat asli. Akan tetapi semua itu tidak lepas dari kepentingan Jepang, karena disebutkan bahwa maksud dan tujuan utama dari badan ini, ialah menamakan dan menyebarkan Keimin Bunka Shidosho mempunyai bagian-bagian, antara lain bagian musik, bagian sandiwara, bagian seni-tari dan bagan seni lukis. Beberapa karya sastra yang mendukung politik Tiga A diantaranya : Tjinta Tanah Sutji karangan Nur Sutan Iskandar, Palawidja karangan Karim Halim;  Angin Fudji karangan Usmar Ismail, adalah karya sastra yang sejalan  dengan propaganda Jepang untuk menggelorakan semangat berjuang dan berkorban untuk kepentingan “Asia Timur Raya”.
Adapun karya sastra yang bertentangan dengan kepentingan Jepang tidak boleh diterbit dan beredar, bahkan kalau diketahui penciptanya ia harus berhadapan dengan Kempetai. Sebagai contoh adalah sajak Chairiul Anwar yang berjudul Siap Sedia yang menyebabkan pengarangnya harus berada dalam tahanan. Sajak yang berjudul Siap Sedia tersebut mengajak kawan-kawan untuk bangkit dengan kesadaran dan mengayunkan pedang untuk menuju dunia baru. Tentu saja yang dimaksudkan adalah semangat bangsa Indonesia, isinya antara lain ia berseru:
Kawan,kawan
Dan kita bangkit dengan kesadaran
Mencucuk dan menyerang berulang
Kawan, kawan
Kita mengayun pedang ke Dunia Terang
Dengan sajak itu pemerintah pendudukan Jepang menuduh pengarang menganjurkan pemberontakan terhadap Jepang. Gubahan-gubahan untuk senidrama, seperti, Usmar Ismail dalam drama “Api” dan Tjitra”, yang mengambil  tema kecintaan dan pengabdian kepada tanah air serta karya El Hakim (dr. Abu Hanifah) yang menciptakan “Taufan di Atas Asia”, “Intelek Istimewa”, “Dewi Rini” adalah pedang bermata dua yang penuh arti bagi bangsa Indonesia. Karena sensor yang ketat dari Jepang, maka pengarang-pengarang itu mencari kata-kata, susunan kalimat, sindiran yang samar-samar untuk menembus tembokdinding sensor.
Selama pendudukan Jepang, hanya sandiwara satu-satunya tontonan, karena film luar negeri dilarang oleh Jepang. Maka sandiwara diberi kesempatan dan mendapat fasilitas serta kebebasan bergerak relatif walaupun masih tetap dalam rangka propaganda Jepang. Sandiwara sekaligus berfungsi, baik sebagai penerangan maupun sebagai hiburan untuk rakyat, misalnya sandiwara “Bintang Surabaja”, “Tjahaja Tmur”, “Warnasari”, “Miss Tjitjih”, dan lain-lain. Sebelum Perang Pasifik, boleh dikatakan sandiwara hampir tidak ada. Banyak dari kalangan generasi muda menceburkan diri ke dunia sandiwara atau menjadi pengarang. Artis-artis Jepang juga ikut terjun seeperti yang dilakukan dengan Persatuan Artis Film Indonesia (Persafi). Hal itu turut mendorong artis-artis Indonesia profesional maupun amatir untuk memuli eksperimen dengan mementaskan lakon-lakon yang diterjemahkan dari bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia.
Sensor yang keras, sulitnya untuk mendapatkan kertas dan tidak adanya pers yang bebas, membuat kehidupan sastra hanya bergerak melalui saluransaluran resmi Jepang. Kondisi ini menyebabkan sulitnya kesempatan untuk menyiarkan atau mengeluarkan perasaan. Adalah salah kalau menganggap tidak ada nada patriotisme dalam karangan-karangan dan sajak-sajak, sekalipun harus disebutkan di dalam lingkungan “Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya” di belakang tiap perkataan “tanah air Indonesia”. Kelompok sastrawan memiliki kedudukan yang relatif baik, karena terdapat fasilitas bagi perkembangan sastra. Cabang-cabang seni seperti seni drama, seni film, seni-musik dan seni rupa menerim fasilitas yang sama. Kegiatan seni diatur dan diawasi oleh suatu badan yang dibentuk oleh penguasaan Jepang, karena dimasukkan sebagai bagian Propaganda guna menunjang “ Perang Asia Timur Raya”. Mengenai kegiatan seni-musik komponis Cornel Simanjuntak menciptakan antara lain lagunya “Tanah Tumpah Darahku” yang menggambarkan rasa cinta terhadap tanah air. Begitu juga dengan lagunya “Maju Putra- Putri Indonesia” yang membangunkan semangat-kesadaran bangsa Indonesia untuk membangun Jawa Baru, dalam rangka Asia Timur Raya. Beberapa pengarang yang lahir pada masa pemerintahan pendudukan Jepang misalnya M.S. Ashar, Usmar Isma’il, M.H. Lubis, Amal Hamzah, Nursyamsu, Anas Ma’ruf, Maria Amin, Rosihan Anwar, El Hakim dan lainlainnya.